The Japan – East Asia Network of Exchange for Student and Youth ( JENESYS ) adalah program persahabatan Jepang dengan negara-negara di kawasan Asia Timur yang bertujuan menciptakan dan memperdalam rasa saling pengertian di antara para remaja yang merupakan generasi penerus yang akan berperan penting di masa yang akan datang.
Setiap tahunnya Pemerintah Jepang mengundang para Pemuda dari negara-negara ASEAN, Australia, Cina, India, Selandia Baru, dan Korea untuk mengunjungi tempat dan kota yang terkait dengan sistem politik, ekonomi, sosial budaya Jepang.
Program JENESYS ini terdiri dari dua jenis program yaitu Jangka Pendek ( dua minggu ) diberangkatkan pada bulan Desember dan Year Program ( sebelas bulan ) diberangkatkan pada bulan Maret.
Program Jenesys: Environment & Community Revitalization ini bagi adalah bagaimana Jepang mengundang negara-negara lain untuk belajar dari pengalaman warganya untuk bangkit dan melakukan transformasi bagi diri dan komunitasnya. Negara partisipan dalam program Jenesys ini selain Indonesia antara lain adalah Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura (singkatnya “BIMPS”), Vietnam, Thailand, Kamboja, Myanmar, Laos (“Mekong Group), Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, Cina dan Jepang sendiri. Peserta dari berbagai negara ini ada yang berprofesi sebagai dosen, pegawai negeri sipil sampai aktivis NGO.
Dalam program tahun 2011, beberapa siswa-siswi SMK IHSANNIAT Rejoagung, Ngoro, Jombang menjadi bagian dari kegiatan kunjungan ke Jepang. Banyak pengalaman-pengalaman baru banyak didapat dalam kunjungan tersebut.
Kunjungan dibeberapa lembaga pendidikan swasta maupun lembaga pemerintah di Jepang juga dibeberapa museum bersejarah. Ada empat museum itu sangat berkesan karena keunikan dan perspektif yang coba diangkat oleh masing-masing museum tersebut mewakili cara pandang yang berbeda. Kura Museum di Kawagoe, meski sangat kecil, memberikan ilustrasi bagaimana sebuah komunitas memilih mempertahankan nilai historis sebuah kawasan tempat mereka bermukim. Insentif yang ditawarkan pada pemerintah lokal bukan sekedar warga melakukan preservasi kota secara mandiri, melainkan juga peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menjual daerah tersebut sebagai tempat wisata. Kemudian Yushukan Museum yang berada di kompleks Kuil Yasukuni Jinja yang didedikasikan untuk pahlawan perang yang berkorban demi Jepang bagi saya juga menawarkan sudut pandang yang berbeda atas sejarah. Bagaimana sejarah Jepang ditafsirkan secara berbeda dari apa yang tercatat secara internasional dan ditampilkan secara terbuka ke masyarakat akan membutuhkan keberanian yang sangat spesifik sifatnya dan amat layak diapresiasi.
Sementara ke museum Minamata Disease yang masing-masing dikelola oleh pemerintah lokal Minamata dan satu lagi dikelola oleh Soshisha sebagai NGO lokal di Minamata, memberikan pendekatan menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Pendekatan museum milik pemerintah lokal lebih memberikan gambaran umum mengenai profil dan bagaimana dampak Minamata disease secara kewilayahan. Sementara museum Minamata disease milik Soshisha lebih mengangkat dampak Minamata disease tersebut kepada komunitas nelayan yang terkena penyakit tersebut. Pendekatan di museum Minamata milik Soshisha sangat personal dan dekat dengan keseharian nelayan disana sehingga empati serta keberpihakan kepada korban mau tak mau timbul secara natural.
Beralih ke pengalaman berinteraksi dengan sesama peserta Jenesys sendiri, yang amat kuat terasa bagi saya secara pribadi adalah begitu banyaknya kesamaan permasalahan lingkungan dari masing-masing negara tersebut dengan Indonesia. Dengan sedikit perkecualian untuk kasus yang spesifik khas negara tertentu, permasalahan lingkungan seperti lemahnya penegakan hukum untuk kasus lingkungan, meningkatnya konsumsi penggunaan plastik, relokasi warga pasca bencana alam hingga masalah perumahan bagi kaum miskin kota; semuanya dimiliki oleh Indonesia. Dari tiap-tiap peserta kami semua mempelajari kondisi khas negara tersebut, seperti Vietnam dengan sistim satu partai hingga Mindanao di Filipina yang merupakan daerah pasca-konflik yang masih menata diri hingga sekarang.